hubungan polemik patung di tuban dengan panglima perang guan yu

Agustus 07, 2017
patung tuban
hubungan polemik patung di tuban dengan panglima perang guan yu


rejeki naga - hubungan polemik patung di tuban dengan panglima perang guan yu


Jawa timur tepatnya tuban 2016-2017 di bangun sebuah patung kongco kwan sing tee koen di klenteng kwang sing bio.

Sedikit cerita asal muasal jendral perang tersebut jenderal perang berwajah merah dari zaman tiga negara di daratan China bernama Kongco Kwan Sing Tee Koen bernama asli Guan Yunchang atau Kwan Yintiang. Dia juga dikenal sebagai Guan Yu, Kwan Kong, Guan Gong atau Kwan Ie.
Guan Yu lahir di Kabupaten Jie, wilayah Hedong yang sekarang bernama Kota Yuncheng, Provinsi Shanxi). Guan Yu merupakan jenderal utama Negara Shu Han.

Dalam novel Kisah Tiga Negara, disebutkan Guan Yu digambarkan sosok yang tangguh dan pemberani.

Pada masa pemberontakan Sorban Kuning tahun 188, dia bersama Liu Bei dan Zhang Fei berjuang membela negara dan mengembalikan ketentraman di China.

Namanya mulai harum di seluruh dataran Tiongkok setelah berhasil mengalahkan pasukan Kekaisaran Wei di bawah pimpinan Raja Cao Cao.

Ketua Umum Klenteng Kwan Sing Bio, Gunawan Putra Wirawan mengatakan Guan Yu merupakan simbol Dewa Keadilan, bukan panglima perang. Ada dua makna yang melekat dalam Guan Yu; kesetiaan dan bijaksana.

"Memang di medsos ramai masalah ini. Ada yang menyebut ini panglima perang China. Itu salah. Yang benar adalah simbol Dewa Keadilan yang dipercaya umat Konghucu," kata Gunawan.


Warga Konghucu begitu menghormati sosok Guan Yu. Oleh sebab itulah dibangun patung setinggi 30 meter di sisi selatan parkiran Klenteng Kwan Sing Bio, dengan anggaran mencapai Rp 2,5 miliar.

Dalam pembangunannya, Gunawan menuturkan bahwa pihaknya sudah mengajukan IMB ke Pemkab Tuban. Namun memang hingga kini izin tersebut belum tuntas.

"Izin sudah kita ajukan bulan Maret 2016, bahkan kami juga melampirkan dokumen persetujuan warga sekitar untuk membangun patung tersebut. Tapi sampai saat ini IMB-nya belum selesai," terangnya.

Secara teknik, pembangunan patung yang diresmikan Ketua MPR Zulkifli Hasan tanggal 17 Juli 2017 ini tidak bermasalah. Lantas apa karena simbol Dewa Perang China, sehingga menjadi masalah?

Apalagi Tuban merupakan salah satu kawasan wisata religi Wali Songo di Jawa Timur. "Ini bukan patung untuk sembahyang umat. Ini hanya monumen saja. Kalau ibadahnya ya tetap di dalam kelenteng," dalih Gunawan.

Baca juga : terkait patung raksasa di tuban ini jawaban masyarakat setempat

Ketua Presidium Generasi Muda Khonghucu Indonesia (gemaku.org) Kris Tan menilai, pembangunan patung Guan Yu merupakan sikap yang tidak peka terhadap keutuhan berbangsa dan bernegara.

"Tuduhan yang beredar bahwa itu diprakarsai oleh umat Khonghucu adalah sebuah kekeliruan dan fitnah besar bagi penganut Khonghucu," katanya dilansir dari Antara.

Ia menegaskan, dalam tradisi ajaran leluhur Tionghoa sama sekali tidak dikenal doktrin membangun ikon patung yang megah dan absurd. Bahkan menuju pada praktik-praktik menduakan Tuhan Yang Maha Esa.

Menurut dia, dalam tradisi Khonghucu yang menjadi substansi religiusitas dan spiritualitas seseorang bukan pada penyembahan terhadap benda-benda mati.

"Melainkan itu harus diejawantahkan dalam mencontoh perilaku dan meneladani sikap yang ditunjukan oleh Kwan Sing Tee Koen (Kwan Kong) yang kebetulan memang figur yang dianggap sebagai tokoh yang menjunjung tinggi Zhi, Ren, dan Yong yaitu Kebijaksanaan, Cinta Kasih, dan Kebenaran," katanya.

Fenomena pengkultusan yang berlebihan, justru telah menodai doktrin utama ajaran leluhur Tionghoa yang menyatakan, "Tiada tempat lain meminta doa kecuali kepada Tian Tuhan Yang Maha Esa."

"Maka Generasi Muda Khonghucu Indonesia gemaku.org mengimbau dan mendesak pihak Kelenteng Tuban untuk segera membatalkan rencana atau membongkar patung tersebut karena sama sekali tidak sesuai dengan prinsip tradisi etnis Tionghoa yang mengedepankan kemanusiaan dan cinta kasih. Dan daripada mencederai kehidupan berbangsa maka sebaiknya segera patung tersebut di bongkar saja," katanya.

Ia menjelaskan bahwa ketika Kwan Sing Tee Koen menjadi gubernur di daerah Jingzhou justru menganjurkan pada seluruh pengikutnya untuk menghargai apa yang memang menjadi aturan rakyat Jingzhou.

Kwan Sing Tee Koen juga merupakan salah seorang tokoh yang mengajarkan seseorang harus mengabdi dan cinta pada Tanah Air yang ditinggali olehnya di mana pun berada.

"Jika patung tersebut justru mencederai prinsip berbangsa maka Shen Ming Kwan Sing Tee Koen pun dipastikan tidak akan pernah sependapat jika dirinya disejajarkan dengan Sang Pencipta, sebab ia adalah tokoh yang justru dijunjung tinggi karena kesetiaannya kepada persahabatan sejati dan patriotisme di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung," katanya.

Sementara soal pernyataan yang mengkaitkan Partai Komunis Tiongkok dengan patung tersebut kata dia, adalah hal yang absurd karena zaman saat Kwan Sing Tee Koen hidup justru Republik Rakyat Tiongkok yang didirikan oleh Partai Komunis Tiongkok belum lahir dan belum ada.

Oleh karena itu Generasi Muda Khonghucu Indonesia mengimbau kepada seluruh etnis Tionghoa Indonesia untuk selalu meneladani sikap Kwan Sing Tee Koen dengan sikap terpuji dan rasional dengan teladan prilaku, bukan justru menyembah patung dan menduakan sang Pencipta.

Setelah ramai diperbincangkan banyak pihak dan menjadi polemik, patung Guan Yu akhirnya ditutup kain putih.

Penutupan patung dilakukan Sabtu kemarin. Sejumlah petugas dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan crane dikerahkan untuk menutup patung.

Kepala Badan Kesbangpol Pemkab Tuban Hari Sunarno menjelaskan, penutupan patung dengan kain putih dilakukan sejak sehari lalu. Patung itu setinggi 30 meter dengan lebar sekitar lima meter dari kepala hingga kaki belum termasuk dasar pondasi.

Sebelumnya, pengurus klenteng memperoleh masukan dari Forpimda juga Forum Kerukunan Umat Beragama (FUB) yang menggelar rapat, untuk mengatasi gejolak di masyarakat yang menolak keberadaan patung itu.

"Forpimda juga FUB meminta pengurus klenteng bisa meredam memanasnya penolakan patung klenteng yang terus bergulir di media sosial. Oleh karena itu caranya patung ditutup dengan kain putih," kata dia menjelaskan.

Pelaksanaan penutupan patung itu diserahkan BPBD setempat atas permintaan pengurus klenteng termasuk biayanya.

"BPBD yang mengerjakan penutupan patung dengan kain karena yang memiliki tenaga juga peralatan crane milik pemkab," katanya.

Kepala BPBD Tuban Joko Ludiono menjelaskan pekerjaan yang dilakukan sehari lalu itu hanya menjahit kain putih sebanyak 40 rol masing-masing rol panjangnya sekitar 35 meter.

"Panjang kain yang dimanfaatkan untuk menutup patung ya kurang lebih 1.200 meter," katanya.

Menurut dia, pekerjaan menutup patung dengan memanfaatkan kain, selain sulit terbentur dengan angin di atas, juga petugas yang naik kotak crane harus menjaga konstruksi patung tidak rusak.

"Tapi hari ini saya kira seluruh tubuh patung dari kepala sampai kaki bisa tertutup kain putih. Kain putih yang dimanfaatkan menutup panjangnya 32 meter ke bawah," katanya.

Dengan adanya pekerjaan penutupan patung juga protes dari sejumlah elemen masyarakat yang menolak keberadaan patung itu maka Klenteng Kwan Sing Bio di Kelurahan Latsari di Kecamatan Kota, ditutup untuk pengunjung terutama wisatawan.

Sesuai keterangan yang diperoleh sejumlah elemen organisasi kemasyarakatan (ormas) dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Jawa Timur, berencana menggelar demo di DPRD Tk I Jawa Timur, Senin (7/8). Tuntutan pendemo dengan berbagai alasan meminta patung itu dirobohkan.

"Patung itu diresmikan beberapa waktu lalu," kata Humas Polres Tuban AKP Elies Suendayati menambahkan.

Dari data yang ada dipondasi patung tertulis patung sumbangan keluarga Hindarto Lie Suk Chen Surabaya. Sedangkan di bawahnya tertulis 'design by' (Koh Po) Hadi Purnomo dan Ir Djuli Kurniawan.

Keberadaan patung raksasa yang mulai dibangun sejak September 2016 itu menghabiskan dana tak kurang dari Rp 2,5 miliar.

sumber : merdeka

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »